Terbang dengan Drone dari Kapal Besi?

Menggunakan wahana multi rotor atau drone memang menyenangkan. Bila dulu menerbangkan  unmanned aerial system hanya dapat dilakukan oleh kalangan tertentu, karena kegiatan tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit, maka saat ini semakin banyak orang yang saat ini menjadikan kegiatan yang satu ini sebagai hobi. Hal tersebut tentu karena harga wahana multi rotor semakin kian terjangkau.

Seperti saya contohnya. Yang awalnya memutuskan memiliki wahana multi rotor karena tuntutan pekerjaan, tapi sekarang malah jadi hobi; sekaligus pekerjaan.

Mengapa demikian? Karena sebelumnya, sebagai seorang Industrial Photographer ketika saya mendapatkan penugasan aerial dari klien, saya selalu menggunakan helikopter. Karena saat ini kondisi bisnis yang terkait dengan gejolak harga minyak dan gas serta energi, yang masih  melemah, maka banyak klien kerap memberi penugasan aerial tapi anggarannya hanya bisa untuk wahana multi rotor/drone.

Walaupun saya bukan penganut paham evolusi Charles Darwin yang mengatakan sebagai berikut:

6d0e690e31ebbe8e32fc56ae01487ebb

Saya rasa tidak ada salahnya kemudian beradaptasi dari yang selalu helikopter menjadi wahana multi rotor/drone.

Dalam prakteknya memang tidak selalu mudah, mengingat aerial photography atau aerial cinematography yang dibutuhkan oleh banyak klien saya itu lokasinya ada di tengah laut atau offshore.

Mengapa tidak mudah? Karena kecepatan angin di tengah laut itu relatif lebih kencang/cepat dibandingkan di darat.

Mengapa angin di laut lebih kencang? Karena di laut angin tidak mendapatkan hambatan dari dataran tinggi/bukit/gunung atau bangunan. Sehingga angin bisa melaju kencang seperti layaknya di jalan tol (bukan jalan tol di Jakarta tentunya, yang katanya tol tapi tetep saja macet).

Sebenarnya banyak referensi video offshore yang dibuat oleh kawan-kawan pengguna drone di Indonesia, hanya memang sayangnya saya belum menemukan artikel yang menjelaskan bagaimana cara mereka menerbangkan drone di tengah laut.

Mengapa hal itu penting? Karena saya sering sekali menemukan pertanyaan mengenai bagaimana cara yang aman menerbangkan drone dari kapal yang terbuat dari besi.

Lho, memangnya kenapa kalau menerbangkan drone dari kapal yang tersebut dari besi? Masalahnya dimana? Nah, untuk pertanyaan itu, silahkan disimak artikel yang satu ini atau yang ini juga.

Nah, bila anda teruskan membaca artikel ini, berarti asumsinya anda sudah membaca salah satu dari tautan diatas yah. Jadi anda bisa mendapatkan penjelasan mengapa menerbangkan drone dari kapal besi atau konstruksi besi itu membutuhkan tindakan yang cermat.

Terkait dengan hal itu, berikut ini adalah informasi yang bisa saya bagikan berdasarkan pengalaman saya ketika menerbangkan drone pada instalasi-instalasi produksi minyak dan gas di tengah laut. Untuk mempersingkat, penjelasan berikut ini saya bagi menjadi 2 bagian, yaitu apa yang harus dilakukan dan apa yang jangan dilakukan.

Penjelasan berikut ini berdasarkan pengalaman saya pada industri MIGAS serta merk wahana multi rotor yang saya gunakan adalah DJI, sehingga bisa jadi anda memiliki situasi yang berbeda dan penanganan yang berbeda.

Yang JANGAN dilakukan.

  1. Jangan melakukan kalibrasi ketika sudah berada di atas kapal besi.
  2. Jangan melakukan kalibrasi ketika sudah berada di tengah laut/permukaan yang tidak stabil.
  3. Jangan memaksanakan terbang ketika kondisi angin dan ombak tidak stabil serta melebihi batas maksimal dari spesifikasi drone anda.
  4. Jangan menempatkan pernak-pernik tambahan pada drone (misal: camera 360) karena itu akan memperbesar resiko drone kehilangan stabilitas.
  5. Jangan mengikat drone anda dengan tali sebagai salah satu cara untuk menyelamatkan drone ketika misalkan fly-away atau jatuh ke laut/air.
  6. Jangan menerbangkan drone apabila penerimaan signal GPS minim (baca instruksi yang menyertai drone anda).
  7. Jangan menerbangkan drone apabila kapasitas baterai kurang dari 30%.
  8. Jangan menerbangkan drone ketika tingkat visibiltas monitor anda minim karena pengaruh sinar/pantulan sinar matahari.
  9. Jangan menerbangkan drone terlampau dekat dengan metal object/benda metal, karena hal tersebut memiliki potensi yang sangat dominan terhadap gangguan tranmisi signal antara remote dan drone.
  10. Jangan menerbangkan drone terlampau dekat dengan radar atau sarana yang memancarkan signal telekomunikasi.
  11. Jangan lengah ketika menerbangkan drone. Selalu pastikan bahwa ada orang lain yang bisa membantu anda mengamati arah pergerakan drone (apabila anda terbang sendiri dan tidak ada second remote operator).
  12. Jangan terbang apabila jari/tangan anda keringatan/basah, karena hal itu akan berakibat pada kesulitan mengoperasikan stick remote control.
  13. Jangan terbang apabila anda tidak yakin dengan kemampuan anda saat itu. Karena tingkat kepercayaan diri anda akan sangat menentukan untuk mendukung berhasil atau tidaknya misi terbang anda.

Yang HARUS dilakukan.

  1. Selalu berdoa sebelum terbang, agar terbangnya aman dan lancar.
  2. Usahakan sedapat mungkin melakukan kalibrasi pada daratan/permukaan yang datar dan stabil.
  3. Pastikan baterai drone anda penuh dan memory card anda kosong sebelum terbang. Jangan terbalik yah 🙂
  4. Selalu pastikan anda melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan para pihak yang berwenang (nahkhoda, kapten kapal, deck crew, penumpang lain). Sedapatnya koordinasi dilakukan jauh-jauh hari sebelum ketibaan anda di lokasi penerbangan.
  5. Apabila memungkinkan, mintalah kepada pihak berwenang untuk sejenak mematikan radar agar tidak mengganggu komunikasi antara remote control dan drone.
  6. Lakukan persiapan sebelum terbang, seperti misalnya memastikan kondisi cuaca pada jadwal yang sudah ditentukan, fasilitas yang terdapat pada kapal (landasan helikopter/helipad), dll.
  7. Usahakan perangkat anda (tas drone, dll) tidak berserakan berada di lantai kapal ketika terbang. Hal itu agar tidak mengganggu penumpang lain, dan barang-barang anda tidak terjatuh ke laut.

Dan berikut ini adalah video singkat behind the scene ketika saya menerbangkan drone saya dari atas kapal besi tersebut.

Demikian beberapa hal yang bisa saya bagikan. Sekali lagi, pengalaman anda tentu saja bisa berbeda dengan apa yang saya jalani, jadi silahkan untuk menambahkan/mengkoreksi apabila ada informasi di atas yang  dirasa salah atau kurang lengkap.

7 Comments Add yours

  1. Andre Djohan says:

    Ada tambahan dr pengalaman saya, kapal tidak boleh dlm keadaan cruising saat kita take off dan landing, krn GPS lock membuat wahana terlempar ke belakang kapal

    Liked by 1 person

    1. Terima kasih banyak Om Andre Djohan sudah berkenan berbagi ilmunya. Pasti sangat bermanfaat buat kawan-kawan yang lain juga.

      Like

  2. Sonny Fahmiharky says:

    Mau tanya..untuk poin no.2…”jangan melakukan kalibrasi ketika sudah berada ditengah laut” itu seharusnya bagaimana ya? Langkah apa yang harus dilakukan?Bukannya kalibrasi itu tetap diharuskan?…mohon pencerahan nya om, karena saya selalu melakukan kalibrasi ditengah laut ketika mengambil dokumentasi trip diving kami. Terimakasih

    Like

    1. Saya sendiri berdasarkan saran dari beberapa rekan di forum seperti 2 tautan di atas agar kalibrasi ketika sudah berada di permukaan laut tidak dilakukan. Karena posisi kapal yang bergerak (horizontal dan vertikal) karena pengaruh ombak.
      Sehingga titik koordinat ketika melakukan kalibrasi pasti akan bergeser, dan ketika terjadi RTH besar kemungkinkan posisi awal sudah tidak pada lokasi sebelumnya. Selain itu permukaan air laut yang bergerak konstan akan menyulitkan. Terlebih bila dari kapal besi/object besi yang merupakan bidang mangnetic dapat berpengaruh terhadap akurasi GPS dan kompas. Maka dari itu disarankan untuk melakukan kalibari pada titik terdekat dari lokasi terbang kita atau melakukan kalibrasi sebelum menuju lokasi terbang.
      Kalau boleh tahu itu terbang untuk liputan dokumentasi trip diving menggunakan kapal kayu atau kapal besi yah?
      Dan ketika melakukan kalibrasi di atas kapal/permukaan yang bergoyang itu mengalam masalah dengan kompas dan/atau GPS-nya?

      Like

      1. pakbudi31 says:

        Berarti setelah wahana kalibrasi di darat, wahana gak boleh dimatikan ataupun dilepas baterainya ya mas? Ntar kalo ganti baterai gimana mas? Mohon maaf saya belum pernah menggunakan wahana ketika naik kapal? Terima kasih sebelumnya, mas..

        Like

      2. Sonny Fahmiharky says:

        Biasanya sih untuk diving kapal pesiar kecil fiber dan kayu..dan kita biasa selama seminggu berada dikapal itu terus tanpa menginjak daratan. Agak sulit juga ya kalo mau kalibrasi..sejauh ini saya selalu melakukan kalibrasi diatas kapal dan sebelum terbang, dalam sehari mungkin akan ada 3-4x terbang, alhamdulillah tidak pernah ada masalah apa2, compass di P4 pun menunjukkan status aman, tp sejauh mana amannya saya hanya bergantung pada status display dari wahana

        Like

  3. Arie QD says:

    Artikel yg cukup bagus sekali sebagai referensi bagi para penerbang aerial photo&videography. Trims

    Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.