Mendeteksi Gambar/Foto Hasil AI Atau Bukan? Gampang. Berikut Ini Caranya!

Kemarin (19/6/2023) ketika sedang rehat di Warung Fotkop Cipete di sela-sela sesi pemotretan dengan konsep urban-street di jalan-jalan Jakarta untuk PT. Nusantara Regas (anak perusahaan PT. Pertamina (Persero) dan PT. Perusahaan Gas Negara, Tbk.), salah seorang talent dari PT. Nusantara Regas menyampaikan pertanyaan berikut ini.

Mungkin tidak mengidentifikasi apakah sebuah foto itu hasil karya manusia atau merupakan rekayasa dari Artificial Intelligence?

Pertanyaan seputar pembuktian asli atau tidak itu rasanya belakangan ini akrab di telinga semenjak teknologi Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI) semakin dekat dengan keseharian kita. Terlebih ketika gempuran teknologi AI yang semakin sporadis saat ini.

Pertanyaan yang kurang lebih sama juga sempat disampaikan oleh kawan-kawan ketika saya berkunjung ke kota Jambi pada tanggal 8 Juni 2023 hingga 11 Juni 2023 yang lalu.

Pada sesi Live Instagram bersama dengan Mas Ari Juliano Gema, Bang Arbain Rambey dan Agan Harahap pada tanggal 9 Juni 2023 yang lalu, ketika membahas tentang dampak terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atas pengunaan teknologi AI juga ada yang menyampaikan kekhawatirannya tentang akurasi informasi pada sebuah karya foto digital saat ini.

Akurasi Berkas Digital Itu Penting

Hingga sekitar 5 tahun yang lalu Metadata atau Exchangeable Image File Format (EXIF) adalah sebuah pedoman dan informasi andalan yang lazim digunakan untuk membuktikan apakah sebuah berkas digital (foto misalnya) asli atau tidak, karena murah dan efektif.

Namun seiring berjalannya waktu, saat ini EXIF sudah tidak terlampau dapat diandalkan lagi karena EXIF sudah dapat dirubah-rubah dengan mudah menggunakan berbagai aplikasi yang tersedia secara gratis atau berbayar, daring atau luring. Atau menggunakan fitur yang tersedia pada sistem operasi Windows misalnya.

Atau dapat juga menggunakan perangkat lunak yang sering digunakan dalam digital forensic seperti Cellebrite yang mahal itu. Cellebrite sendiri sudah sering dipakai para praktisi audit forensic dalam ranah penyelidikan dan penyidikan hukum.

Dalam konteks dunia jurnalistik misalnya, pembuktian akurasi informasi di atas menjadi sangat penting dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Selain tentang kebenaran informasi yang disampaikan, juga terkait dengan kredibiltas lembaga media massa yang bersangkutan yang ujung-ujungnya punya dampak terhadap kelancaran bisnis dan arus kas juga.

Bayangkan saja apa jadinya bila sebuah media massa terbukti menyampaikan informasi yang terbukti tidak akurat. Tentu media massa tersebut akan mengalami kerugiaan besar, karena tidak ada lagi yang mau menyimak informasi dari media massa tersebut dan bahkan tidak ada yang mau memasang iklan.

Tahun 2024 kita akan memasuki tahun politik, dan akan ada banyak cara yang akan digunakan oleh mereka yang punya kepentingan untuk bisa berhasil dalam misi mereka. Bayangkan saja kekacauan yang terjadi kalau ada pihak yang dengan sengaja melakukan manipulasi informasi (foto, video, suara, dokumen) dengan menggunakan teknologi AI?

Itu baru sedikit contoh dari sekian banyak hal yang membutuhkan pembuktian terhadap asli atau tidaknya sebuah berkas digital.

Intuisi Manusia Dan AI

Menurut penjelasan dari Google ketika saya mengikuti pelatihan dan ujian untuk sertifikasi Generative AI dan Google Cloud bulan lalu; teknologi Generative Artificial Intelligence atau Kecerdasan Buatan Generatif yang saat ini merupakan generasi selanjutnya dari teknologi AI sudah diupayakan oleh para pengembangnya sebagai “tiruan” dari jejaring syaraf otak manusia yang disebut sebagai neural network.

Namun saya sangat yakin bahwa intuisi manusia adalah salah satu bentuk “teknologi” yang rasanya akan sangat sulit dicontek oleh teknologi AI, paling tidak sampai dengan saat ini.

Sehingga salah satu cara untuk membuktikan apakah sebuah berkas digital (foto) itu asli atau tidak adalah dengan menggunakan intuisi atau rasa yang dimiliki oleh makhluk hidup; manusia salah satunya.

Seperti yang disarikan oleh Anisa Sawu Dwi Astuti S.Psi dari buku Practical intuition (2006), Laura Day menjelaskan:

“Intuisi adalah sebuah proses non-linier dan non-empiris dalam memperoleh serta menafsirkan informasi untuk menjawab pertanyaan.” 

Laura Day.

David Guy Meyers dalam buku bertajuk Intuition: The powers and perils (2002) terbitan Yale University Press, juga menjelaskan bahwa:

“Intuisi adalah pengetahuan tentang hal-hal yang tidak diketahui, karena individu tidak menyadari bahwa sebenarnya pengetahuan tersebut telah dimilikinya.”

David Guy Meyers.

Dari penjelasan kedua pakar psikologi tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dengan mengandalkan intuisi yang terlatih (terkait karya fotografi misalnya) maka seorang manusia dapat menentukan asli atau tidaknya sebuah karya foto.

Seperti yang disampaikan oleh Bang Arbain Rambey pagi ini (20 Juni 2023) di laman Facebook miliknya tentang asli atau tidaknya sebuah foto dan merupakan hasil rekayasa AI.

Namun demikian walaupun telah terlatih melalui puluhan tahun berkarir sebagai seorang fotografer yang memiliki I.Q. di atas rata-rata, Bang Arbain Rambey juga pernah keliru ketika mengidentifikasi apakah sebuah foto itu asli atau tidak, rekayasa atau tidak.

Dan pada bulan Februari 2021 yang lalu intuisi Bang Arbain atas foto yang dibuat oleh Ari Wibisono tentang kualitas udara Jakarta pada saat itu terbukti salah dan menuai perdebatan hebat.

AI or Not, Aplikasi Pendeteksi Karya AI

Menjawab pertanyaan di awal artikel ini, selain intuisi manusia, teknologi AI juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan deteksi terhadap sebuah karya AI lainnya. Walaupun masih dalam tahap pengembangan, namun setidaknya kita sudah memiliki perangkat tambahan untuk kebutuhan akurasi berkas digital (foto).

AI or Not adalah aplikasi berbasis web dan gratis yang dikembangkan oleh Optic, sebuah perusahaan rintisan yang bergerak dalam bidang teknologi informasi.

Sesuai penjelasan resminya AI or Not dapat membantu pengguna secara cepat dan akurat menentukan apakah sebuah gambar dihasilkan oleh kecerdasan buatan (AI) atau dibuat oleh manusia. Jika gambar tersebut dihasilkan oleh AI, maka AI or Not akan mengidentifikasi model AI yang digunakan (mid-journey, stable diffusion, atau DALL-E).

Cara penggunaanya sangat mudah. Kita cukup membuka laman AI or Not dan kemudian menggunggah gambar atau foto yang akan kita deteksi, atau bisa juga mencantumkan tautan dari gambarnya.

Saya sudah mencoba AI or Not dan hasilnya lumyaan impresif, walaupun tidak selalu akurat.

Kedua gambar di atas adalah tentang ilustrasi Santo Ignatius Loyola (pendiri ordo para Imam dan Bruder Serikat Yesus) yang sedang berdoa dan menulis anggaran dasar ordo Serikat Yesus di Gua Manresa. Gambar di atas saya buat dengan menggunakan Midjourney.

Kedua gambar tersebut lantas saya edit dengan menggunakan fitur Generative Fill di aplikasi Adobe Photoshop versi Beta (build 24.7.0) untuk merubah dari dimensi 4:3 menjadi 16:9 dengan menambahkan elemen background dan foreground hasil olahan Generative Fill.

Lantas setelah kedua gambar yang merupakan hasil rekayasa AI itu jadi dan sesuai dengan ekspektasi, saya kemudian mencoba AI or Not untuk melakukan pembuktian terhadap gambar tersebut apakah hasil AI atau bukan. Dan berikut adalah response dari AI or Not.

Saya kemudian melakukan percobaan lainnya dengan foto Ibu Susi Pudjiastuti.

Gambar #5 – Foto Ibu Susi Pudjiastuti – Photo © Susi Pudjiastuti (Twitter)

Dengan menggunakan Generative Fill, saya melakukan rekayasa terhadap foto tersebut dan menjadi seperti berikut ini.

Gambar #6 – Generative Fill

Foto Ibu Susi (Gambar #5 & Gambar #6) saya unggah ke AI or Not dan berikut adalah hasilnya.

Gambar #7 dan #8 menunjukan hasil deteksi AI or Not yang sangat akurat.

Saya kemudian melakukan percobaan lagi dengan skenario yang berbeda. Percobaan selanjutnya saya menggunakan gambar dari wallpaper sistem operasi Apple, tepatnya MacOs Sierra.

Kedua foto di atas saya unggah ke AI or Not, dan berikut hasilnya.

Hasil percobaan terhadap foto wallpaper yang sudah diedit di Adobe Photoshop itu tidak dapat dideteksi dengan baik oleh AI or Not. Karena itu saya coba melakukan percobaan terakhir di AI or Not dengan menggunakan foto saya yang dibuat di fasilitas produksi MIGAS PT. Pertamina Hulu Mahakam di Senipah, Kalimantan Timur.

Gambar #13 adalah foto hasil multi-exposure di kamera, sedangkan gambar #14 adalah foto yang sudah diedit dengan Generative Fill. Kedua foto itu saya unggah ke AI or Not.

Percobaan deteksi terakhir di atas menunjukan hasil yang berbeda dari percobaan-percobaan sebelumnya. Kedua foto terakhir itu teridentifikasi sebagai karya manusia, yang tentu saja tidaklah benar.

Jadi bagaimana? Walaupun belum sempurna, tapi cukup mudah untuk mendeteksi foto AI atau bukan?

Semoga bermanfaat dan selamat mencoba 🤓

Referensi:


Discover more from Yulianus Ladung

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

3 Comments Add yours

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.