Belakangan ini kita kerap menemukan istilah Transisi Energi di pelbagai media. Istilah yang rutin didengungkan oleh banyak pihak, mulai dari pemerintah, kalangan swasta, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, hingga lembaga keagamaan.
Istilah yang kemudian semakin dipertegas dengan beragam kebijakan yang bombastis oleh pemerintah seperti subsidi finansial untuk pembelian kendaraan yang menggunakan baterai atau kendaraan listrik, hingga himbauan untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang berbasis energi fosil. Istilah tersebut juga menjadi semakin populer karena polusi udara yang terjadi di kota Jakarta dan sekitarnya, dll.
Tapi sebenarnya apa sih Transisi Energi itu?
Apakah benar bahwa transisi energi itu hanya sebatas penggunaan kendaraan listrik, penggunaan sinar matahari, aliran air di sungai atau arus di lautan lepas, atau penghentian penggunaan batu bara sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik?
Transisi Energi
Secara singkat dan sederhana, transisi energi itu berarti kita beralih dari penggunaan energi yang berasal dari energi fosil (bahan bakar minyak dan batu bara) ke energi yang lebih ramah lingkungan.
Menurut data dari ASEAN Energy Outlook ke-6 (AEO6), bahan bakar fosil akan mendominasi pasokan pada tahun 2025 dan 2040 untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan kita akan energi.
Gas alam, sebagai salah satu sumber energi transisi, diharap dapat menjadi jembatan antara energi konvensional dan energi terbarukan. Skenario dasar dalam AEO6 menyatakan bahwa persentase gas alam dalam total pasokan energi primer (TPES) pada tahun 2025 dan 2040 adalah masing-masing 21,8 dan 21,6 persen. Juga dilaporkan bahwa konsumsi gas alam memiliki tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) tertinggi sebesar 5,7 persen untuk mendukung sektor industri yang tumbuh pesat di wilayah ASEAN.
Selain laporan di atas, banyak jurnal ilmiah (BP Energy Outlook, Shell, dll) yang menyatakan bahwa penggunaan gas alam akan turut membantu untuk percepatan pencapaian pengurangan emisi carbon.
Namun demikian, juga terdapat banyak perdebatan tentang hal itu. Salah satunya adalah komentar yang berasal dari Mark Radka, Head of the United Nations Environment Program’s (UNEP) Energy and Climate Branch. Radka mengatakan pada bulan Januari 2023 bahwa gas metan yang dihasilkan dari pembakaran gas alam itu dapat menimbulkan efek rumah kaca sekitar 84 kali lebih kuat ketimbang pembakaran dari bahan bakar fosil lainnya seperti minyak bumi dan batu bara. Sehingga penggunaan istilah “lebih bersih” mungkin bukan kata yang tepat untuk menggambarkan gas alam.
Terlepas dari pro dan kontra yang ada, kita patut bersyukur karena menurut Kementerian ESDM, Indonesia sekitar tahun 2030-2032 akan mengalami surplus pasokan gas alam.
Itu berati bahwa Indonesia diperkirakan nantinya tidak akan mengalami kesulitan yang berarti dalam upaya untuk mencukupi kebutuhan energi di dalam negeri.
Nilai Ekonomi Karbon (NEK)
Yang belakangan juga ramai menjadi perbincangan adalah tentang Nilai Eknomi Karbon (NEK) atau Carbon Pricing (CP). NEK atau CP adalah sebuah upaya untuk meredam efek Gas Rumah Kaca (GRK) dengan menentukan nilai ekonomi terhadap emisi karbon yang ditimbulkan oleh sebuah industri eau perusahaan atau polluters-pay-principle. Jadi setiap perusahaan wajib membayar kompensasi atas polusi yang dihasilkannya.
Dengan penerapan NEK itu, diharapkan percepatan atas kegiatan investasi yang lebih ramah lingkungan dan target pemerintah untuk terus menekan emisi karbon data dipercepat untuk terwujud.
Terkait dengan NEK itu, di Indonesia saat ini juga sedang intensif dilakukan beragam kegiatan untuk percepatan terwujudnya CCS (Carbon Capture & Storage) dan CCUS (Carbon Capture, Utilization and Storage).
Sesuai namanya; Carbon Capture, itu berarti adalah sebuah metode untuk menangkap, memanfaatkan serta menyimpan karbon yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Adapun CCS/CCUS itu bisa terdapat pada industri minyak dan gas (upstream, midstream dan downstream), atau industri lainnya juga seperti pada industri pupuk. Karbon yang telah ditangkap itu kemudian dapat diinjeksi untuk dapat meningkatkan produksi minyak dan gas atau EOR (Enhanced Oil Recovery) yang biasa dilakukan pada sumur-sumur migas yang sudah tua. Karbon tersebut juga digunakan untuk menghasilkan produk lainnya. Saat ini di Indonesia, teknologi itu masih tahap studi atau persiapan.
Salah satu entitas yang giat melakukan riset tentang CCS/CCUS adalah ExxonMobil (XOM), bahkan pada bulan Juli 2023 XOM telah menggelontorkan dana hingga US$ 4.9 miliar untuk itu.
Selain soal CCS/CCUS itu, perusahaan-perusahaan kelas dunia seperti Apple, Microsoft, Google, dll juga berlomba-lomba untuk mengejar target mereka dalam pengurangan emisi karbon melalui Low Carbon Initiative yang mereka lakukan.
Hubungan Dengan Fotografi
Buat banyak orang, bisa jadi hal tersebut di atas tidak punya kaitan sama sekali dengan fotografi. Namun sejatinya tidak demikian. Bagi para fotografer yang serius dan fokus pada genre fotografi industrial. Seperti yang sudah disampaikan pada artikel sebelumnya, bahwa pemahaman yang baik dan komprehensif tentang tren industri akan sangat membantu seorang juru foto untuk menceritakan secara visual aspek-aspek yang terkait industri pelanggan atau calon pelanggan.
Seperti yang saya jalani dalam penugasan oleh PT. Nusantara Regas pada bulan Mei 2023 yang lalu di beberapa fasilitas produksi yang terdapat di sekitar wilayah perairan Jakarta.
Walau disertai dengan beragam pembatasan terkait aturan keselamatan kerja yang diterapkan oleh PT. Nusantara Regas (NR), pada penugasan tersebut kami berusaha untuk merekam segenap kegiatan yang terjadi pada lini rantai bisnis NR terkait dengan distribusi gas alam yang dipasok dari Bontang dan Bintuni sebagai pasokan energi untuk listrik di Jabodetabek.







Kami diharapkan tidak sekedar menghasilkan foto yang baik secara artistik, dan sesuai dengan konsep yang saya ajukan untuk mengetengahkan unsur humanisme, namun juga foto-foto tersebut harus relevan dan dapat bercerita tentang kegiatan rutin yang terjadi pada industri yang bersangkutan.
Bagi saya, apapun industrinya, selain teknologi dan lingkungan, manusia juga adalah kunci utama dari keberhasilan sebuah industri atau bisnis. Sehingga kehadiran manusia (tidak sekedar sebagai model atau talent) menjadi sangat penting dalam visualisasi sebuah proses bisnis. Termasuk dalam menceritakan peran PT. Nusantara Regas dalam upaya terwujudnya Transisi Energi.
Demikian. Semoga bermanfaat 🤓
Referensi:
- Carbon Capture and Storage
- World Energy Outlook special report
- Natural Gas: providing more and cleaner energy
- The role of natural gas in the energy transition
- Is natural gas really the bridge fuel the world needs?
- 4 Reasons Natural Gas Is A Critical Part Of The Energy Transition
- Role of Natural Gas in Advancing Low-Carbon Energy Transition in ASEAN
- Sepuluh Tahun Mendatang, Indonesia Bakal Surplus Gas Hingga 1715 MMSCFD
Discover more from Yulianus Ladung
Subscribe to get the latest posts sent to your email.



