“Kita harus kembali ke apron karena cuaca buruk di Agats.” Potongan kalimat yang berkesan buat aku dan Mas Beawiharta hari itu di Timika.
Perjalanan kami ke Agats berawal dari Mas Bea yang bertolak dari Yogyakarta. Kami sepakat untuk bertemu di Jakarta pada tanggal 8 Oktober 2024 di bandar udara Soekarno-Hatta, sebelum kami sama-sama terbang ke Jayapura.
Setelah penerbangan sekitar 5 jam dan 20 menit dari bandar udara Soekarno-Hatta di Tangerang, kami tiba di bandar udara Sentani, Provinsi Papua. Dan pendaratan di Sentani disambut pemandangan Danau Sentani yang memukau.
Di Sentani, kami transit selama kurang lebih 60 menit dan kemudian langsung melanjutkan penerbangan ke bandar udara internasional Mozes Kilangin di Timika, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah.
Durasi penerbangan dari Jayapura menuju ke Timika butuh waktu sekitar 1 jam dan 10 menit, dengan cuaca yang cerah, sehingga selama penerbangan, kami bisa menyaksikan hamparan perbukitan dan pegunungan cadas di Papua tengah yang megah.
Dan setibanya di bandar udara Mozes Kilangin, kami masih harus menginap semalam, karena penerbangan dari Timika ke bandar udara Ewer di Kabupaten Agats, hanya tersedia empat kali dalam seminggu.
Menginap semalam di Timika ternyata lumayan membantu untuk bisa beristirahat, karena penerbangan dari Yogyakarta dan Jakarta ke Timika dalam satu hari yang durasinya kurang lebih 8 jam (termasuk transit di Jayapura) itu lumayan melelahkan.
Esok harinya (9/10/24) penerbangan kami lanjutkan dari bandar udara Mozes Kilangin ke bandar udara Ewer.
Penerbangan yang harus tertunda dan kami harus menunggu bandar udara Mozes Kilangin sekitar dua jam karena hujan deras dan badai yang sedang menguyur Agats yang terletak di pesisir selatan Papua itu.




Cuaca memang merupakan faktor utama dalam perjalanan kami pada ekspedisi Indonesia Negeri Bahari; Energi Bagi Negeri. Sama seperti ketika kami harus tertahan di Pulau Miangas selama lebih dari delapan hari dan membuat kami harus berada di pulau itu selama 28 hari.
Akhirnya, setelah dua jam menunggu, penerbangan pagi itu ke Ewer bisa dilanjutkan. Penerbangan dengan jarak sekitar 167 kilometer dari Timika ke Ewer itu kami tempuh selama kurang lebih 45 menit.
Agats adalah lokasi pertama yang kami tuju pada ekspedisi Indonesia Negeri Bahari; Energi Bagi Negeri pada etape tanah Papua.
Setelah sebelumnya hanya bisa dijangkau melalui layar komputer dan ponsel, akhirnya kami bisa menjejakkan kaki untuk kali pertama di Agats.
Kami ingin segera tiba di Agats, karena pada hari itu sedang berlangsung festival budaya Asmat Pokman yang sudah dilaksanakan selama 37 kali oleh Keuskupan Agats yang belakangan juga didukung oleh beberapa pihak lainnya.

Sebenarnya festival itu tidak masuk dalam agenda yang sudah kami susun sejak dari Jakarta. Kejutan yang menyenangkan bukan?!
Festival yang ditunggu-tunggu pelaksanaannya oleh banyak orang (dalam dan luar negeri) itu diikuti oleh warga suku Asmat yang berasal dari 12 rumpun yang berbeda. Ditunggu-tunggu karena dalam festival itu warga suku Asmat punya kesempatan untuk bisa menjual kerajinan mereka seperti ukiran, noken, tirai, panel, alat musik, dll.
Cerita dari tentang Asmat dari Agats, akan aku lanjutkan pada artikel selanjutnya. Silahkan mampir ke akun Instagramku dan Mas Beawiharta untuk menyimak cerita-cerita tentang Asmat dan Papua.
Dan terima kasih untuk PT Pertamina (Persero) yang sudah berkenan mendukung ekspedisi Indonesia Negeri Bahari; Energi Bagi Negeri sejak dari etape Sulawesi Utara hingga ke Papua.
Discover more from Yulianus Ladung
Subscribe to get the latest posts sent to your email.
Selamat bekerja. Salam untuk Bea. 👍🙏😇
LikeLike
Siap Mas Ant. Disampaikan salamnya. Sehat selalu.
LikeLike