Saat saya membuat artikel ini, saya sambil menyaksikan tayangan di Metro TV yang bertajuk Suara Anda.
Kebetulan pada saat saya mulai menyimak tayangan tersebut, giliran pasangan Megawati dan Prabowo yang mengumandangkan EKONOMI KERAKYATAN sebagai agenda andalan mereka dalam menghadapi Pemilihan Presiden yang akan datang. Pasangan ini didaulat untuk menyampaikan pandangan-nya berkaitan dengan Budaya.
Salah satu hal yang saya ingat adalah komentar Prabowo yang menyampaikan bahwa, masyarakat Indonesia masih terpaku dan terbelenggu dalam budaya kesopanan. Masih menurut Prabowo, dia mengatakan bahwa sudah saatnya bangsa ini harus berani menyampaikan atau mengkritik segala sesuatu yang salah, apabila hal itu salah.
Hal ini sangat menarik, paling tidak buat saya. Mengapa? Barangkali untuk menjelaskan mengapa hal tersebut menarik, akan saya mulai dari sebuah email berikut:
Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB, saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala, datang ke RS. OMNI Intl dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.
Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000, saya diinformasikan dan ditangani oleh dr. Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. Dr. Indah melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.
Dr. Indah menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan tapi saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr. Indah adalah dr. Henky. Dr. Henky memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.
Kisah terebut merupakan kutipan dari sebuah email yang ditulis oleh seorang wanita bernama Prita Mulyasari, berumur 32 tahun dan ibu dari 2 orang anak.
Apa yang spesial dari email itu? Bagi Anda bisa jadi kutipan tersebut tidak spesial, tapi bagi saya dan mungkin bagi beberapa orang lain-nya, hal tersebut sangat berarti.
Prita Mulyasari adalah korban kesekian dari sebuah produk Undang-Undang yang katanya ditujukan untuk melindungi masyarakat dan warga negara Indonesia dari penyalahgunaan informasi yang disampaikan melalui media elektronik.
Menurut pendapat saya pribadi, yang dilakukan oleh Prita adalah sebuah upaya dia untuk menyuarakan apa yang dia alami. Sebuah usaha dari seorang anggota masyarakat dan warga negara negeri ini yang konon, katanya menjadi objek dari Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Justru UU itulah (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Pasal 27 Ayat 3) yang membuat Prita menjadi pesakitan karena kalah dalam sidang berkaitan dengan Pencemaran Nama Baik.
Alih-alih mendapatkan penjelasan serta perlakukan yang sepantasnya dari pihak yang telah merugikan dia, Prita malah menjadi pesakitan dirumah tahanan dan mendekam dihotel prodeo terhitung sejak 13 Mei yang lalu.
Salah satu rekan lain yang sempat terancam menjadi korban dari UU ITE itu adalah Mas Agus Hamonangan yang merupakan moderator milis Forum Pembaca KOMPAS (FPK) yang beberapa waktu lalu juga sempat disibukan karena ada email yang dikirimkan oleh salah satu anggota milis FPK tersebut yang bersinggungan dengan salah seorang pejabat tinggi negara di negeri ini.
Dengan menyimak beberapa kasus yang terjadi belakangan ini di Indonesia, kita dapat menganalisa, apakah benar bahwa UU ITE itu ditujukan bagi kepentingan dan kebaikan bangsa ini? Atau hanya bagi sebagian pihak saja yang khawatir segala tindak tanduk dan kelicikan-nya dapat diketahui oleh publik.
Lalu, apa kaitan-nya dengan Megawati dan Prabowo?
Kalau Anda simak diawal tulisan ini, Prabowo sempat mengatakan bahwa bangsa ini harus belajar dan berani untuk menyuarakan pendapatnya. Kalau salah katakanlah salah, kalau benar, maka kita harus legowo untuk menyatakan benar pula.
Apakah Megawati dan Prabowo atau CaPres dan CaWaPres lainnya berani untuk bersama-sama dengan anggota masyarakat menelaah kembali UU ITE?
Bagi saya pribadi yang memiliki ketertarikan menulis, baik itu melalui milis maupun blog ini, keterwakilan saya dalam hal kebebasan berpendapat dan berkarya (secara positif dan bertanggung-jawab) tentu akan menjadi salah satu kriteria yang saya harapkan dari semua calon Presiden dan calon wakil Presiden yang akan datang.
Sebuah keterwakilan yang menetukan kemana arah demokrasi di negeri ini akan dibawa. Sejauh mana kebebasan berpendapat (secara bertanggung-jawab) seperti yang disampaikan oleh Prabowo tadi dapat masuk dan mengalir dalam setiap regulasi yang dibuat pemerintah.
Apakah kalau kita menyuarakan pendapat, menyampaikan apa yang kita alami, mengutarakan pengalaman kita pribadi merupakan sebuah pelanggaran terhadap etika dan nilai ke-SOPAN para penghuni negeri ini?
Beberapa tautan berkaitan dengan hal ini:
Prita hanya satu contoh kasus dari warga negeri ini yang berusaha mengumandangkan suaranya secara SOPAN dan tidak melakukan konvoi dijalan sehingga membuat jalan macet, bukan pula seorang teroris yang berencana melakukan bom bunuh diri, bukan pula seorang koruptor yang dengan sejuta alasan membodohi saya, Anda dan kita semua.
Prita juga merupakan satu contoh dari kasus yang serupa, dimana Prita sebagai pasien sudah membayar dan melunasi kewajiban-nya. Bisa jadi apa yang dialami oleh Prita dapat terjadi pula pada saya, Anda dan kita semua.
Peraturan dan regulasi yang dibuat oleh penguasa selayaknya memayungi seluruh warga negeri ini. SELURUH tanpa terkecuali. Peraturan dan regulasi bukan hanya untuk kalangan tertentu yang berlimpah harta dan kuasa.
Semoga kritik tidak menjadi sesuatu yang di-“HARAM”-kan dinegeri ini.
Saya baru mulai mengikuti kasusnya Mbak Prita ini.. sebelumnya saya juga dapat forward email keluhannya yg tersebar dari milis ke milis…
Saya salut dengan Mba Prita yang dengan gagahnya menuliskan keluhannya terhadap perlakuan tidak baik yang di terimanya.
Sampai sekarang saya belum menemukan penjelasan detail tentang keputusan pengadilan yang menyalahkan Mba Prita.. dan sama sekali tidak bisa melihat logika dibalik keputusan tsb..
UU di indonesia masih banyak yang tidak jelas dan tumpang tindih.. Perlindungan konsumen tampaknya masih merupakan mimpi di Indonesia..
UU yang ada saat ini lebih merupakan UU perlindungan korporat, sedangkan konsumen yang (hampir) selalu jadi korban malah makin terinjak2…
Kalau tetap seperti ini, orang2 yang mau menguak fakta akan gak berani memampang nama/contact, sehingga semua tulisannya akan susah untuk di konformasi… yang akan terjadi justru kekacauan informasi..
Go Mba Prita!!! Semoga cepat selesai permasalahannya dgn keadilan..
-Wawan-
(bukan nama sebenarnya, takut di penjara gara2 UU aneh itu..)
LikeLike