Pada tanggal 10 Februari 2023 hingga 18 Februari 2023 yang lalu, Bang Arbain Rambey, Mas Beawiharta dan saya berkesempatan untuk mengunjungi Pulau Pagerungan Besar yang terletak di kawasan Kabupaten (Kepulauan) Sumenep di Provinsi Jawa Timur.
Dan artikel ini merupakan bagian pertama dari rangkuman singkat dari perjalanan kami selama hampir 9 hari di pulau tersebut, yang merupakan perjalanan saya untuk kali kesekian bersama Bang Arbain Rambey, tapi untuk yang kali pertama bersama dengan Mas Beawiharta.
Jalan-Jalan dan Tugas Pemotretan
Perjalanan kami bertiga ke pulau tersebut dalam rangka membuat beberapa foto yang akan digunakan sebagai referensi bagi para peserta Lomba Foto Tunggal, Foto Cerita dan Reels Instagram yang mengambil tajuk Energi Bagi Indonesia.
Sebuah lomba yang menawarkan hadiah sebesar Rp. 136,5 juta untuk kategori Foto Tunggal (Umum, Jurnalis dan Pelajar), kategori Foto Cerita (Umum) dan juga kategori Reels Instagram (Umum).
Lomba yang mudah untuk diikuti, namun juga menantang karena setiap peserta diwajibkan untuk menyajikan karya-karya yang dapat bercerita (baik dalam bentuk foto tunggal maupun foto cerita dan reels Instagram) tentang kebermanfaatan sumber daya energi yang dapat ditemukan di sekitar keseharaian kita yang merupakan hasil dari usaha industri hulu migas di Indonesia.
Lomba tersebut dilaksanakan oleh Indonesian Petroleum Association (IPA) dalam rangka gelaran IPA Convention Exhibition and Convention ke-47 yang akan berlangsung sejak tanggal 24 Mei 2023 hingga 26 Mei 2023 nanti dan bertempat di Balai Sidang Jakarta atau Jakarta Convention Center.
Durasi lomba tersebut berlangsung lumayan panjang, yaitu sejak tanggal 26 Januari 2023 hingga penutupan pendaftaran pada tanggal 8 April 2023 nanti.
Jadi kamu masih punya kesempatan untuk mendaftar dan mengikuti lomba tersebut.
Kenapa Pagerungan?
Pemilihan Kepulauan Pagerungan dan Pulau Pagerungan Besar sebagai lokasi pemotretan dan jalan-jalan kami tentu bukan tanpa alasan yang jelas.
Beberapa waktu sebelum perjalanan kami, ketika berdiskusi dengan panitia lomba IPA tentang rencana pembuatan foto-foto dan reels yang akan digunakan sebagai referensi bagi para peserta lomba, saya ditanya oleh panitia tentang lokasi yang tepat untuk pemotretan.
Ketika itu ada beberapa pilihan lokasi, namun setelah mempertimbangkan beberapa hal, seperti jarak tempuh dari Jakarta, efisiensi biaya, kondisi cuaca, keberagaman objek dan subjek, serta keberadaan industri hulu migas, akhirnya diputuskan bahwa pemotretan akan dilakukan di Pulau Pagerungan Besar.

Sebuah pulau yang tidak terlampau besar, namun memiliki kisah serta rekam jejak yang komprehensif serta dapat menceritakan secara lengkap tentang keberadaan industri hulu minyak dan gas bumi, dan kebermanfaatan industri tersebut bagi masyarakat di sekitarnya, juga bagaimana kisah tentang interaksi antara masyarakat dengan pelaku industri hulu migas di sana.
Beruntunglah rencana pemotretan di Pulau Pagerungan Besar itu mendapatkan dukungan serta restu dari Kangean Energy Indonesia, Ltd. (KEI) yang merupakan operator lapangan Gas Bumi di Kepulauan Pagerungan.
Dukungan penuh diberikan oleh KEI kepada kami, mulai dari transportasi udara, penginapan dan konsumsi, serta akses ke fasilitas produksi mereka dan juga fasilitasi untuk berkunjungn ke kawasan perkampungan yang ada di Pulau Pagerungan Besar.
Menuju Pulau Pagerungan Besar
Pengaturan perjalanan menuju ke Pulau Pagerungan Besar tidak terlampau sulit kami lakukan.
Setelah melakukan tes RT-PCR di Jakarta dan di Yogyakarta pada tanggal 9 Februari 2023 sebagai salah satu syarat ketibaan kami di Pulau Pagerung Besar, keesokan harinya tanggal 10 Februari 2023, Bang Arbain dan saya menempuh perjalanan udara dari Jakarta menuju ke Surabaya, dan Mas Beawiharta terbang dari Yogyakarta menuju ke Surabaya.
Mas Beawiharta tiba lebih dulu di Bandar Udara Juanda di Sidoarjo, sedangkan Bang Arbain dan saya menyusul sekitar 45 menit kemudian.



Setibanya di Juanda, kami langsung menuju ke penginapan yang telah disediakan oleh KEI untuk menginap selama satu malam di hotel Mercure Manyar di kota Surabaya.
Ternyata KEI masih memberlakukan karantina bagi para pekerja dan tamu mereka yang akan berkunjung ke Pulau Pagerungan Besar. Selain sebagai sarana karantina, tujuan kami menginap di Surabaya tersebut adalah untuk memastikan kondisi kesehatan kami semua.
Karantina kali ini tidak seketat ketika saya menjalani 2 kali masa karantina di kota Lombok yang masing-masingnya berdurasi 14 hari di awal 2021 dan akhir 2021. Waktu itu saya diwajibkan menjalani karantina di hotel yang telah disediakan oleh PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) sebelum dapat menyeberang dari Pulau Lombok ke Batu Hijau. Di Lombok, saya benar-benar tidak boleh keluar kamar, dan selama 14 hari berada di dalam kamar saja. Semua kebutuhan saya selama karantina di Lombok diantar sampai ke depan pintu kamar.


Selain tes RT-PCR dan karantina, sekitar 3 hari sebelum tanggal 9 Februari 2023 hingga tanggal 10 Februari 2023 pagi, kami bertiga wajib melakukan pengukuran suhu tubuh yang dilakukan secara mandiri dan hasilnya dilaporkan kepada pihak medis KEI melalui grup WhatsApp yang dibuat khusus bagi mereka yang akan berangkat menuju ke Pulau Pagerungan Besar.
Sekitar pukul 05:30 WIB kami bertiga bersama dengan anggota rombongan lainnya yang merupakan para pekerja KEI, beranjak meninggalkan hotel Mercure Manyar menuju ke Bandar Udara Juanda. Perjalanan pagi itu lumayan singkat, sekitar 45 menit kemudian kami sudah tiba di Juanda.
Proses check-in pagi itu lumayan cepat, karena kami semua akan menumpang pesawat sewaan jadi lokasi counter check-in kami tidak menggunakan counter yang lazimnya digunakan oleh pesawat komersial biasa.
Hal itu sama seperti ketika beberapa tahun yang lalu saya menjalani penugasan pemotretan udara dengan menggunakan helikopter Derazona oleh ExxonMobil untuk memotret fasilitas produksi mereka di Bojonegoro.
Dari Juanda kami menggunakan pesawat Twin Otter DHC-6/400 Viking milik Pegasus Air Services yang dikontrak oleh Kangean Energy Indonesia, Ltd. (KEI) sebagai salah satu sarana transportasi untuk kegiatan operasional mereka di pulau tersebut.
Dan seperti biasa, sebelum melakukan perjalanan udara, selalu dilakukan proses safety briefing bagi para penumpang. Yang berbeda adalah safety briefing dilakukan di darat dan bukan di dalam pesawat, tepatnya di ruang tunggu khusus bagi para penumpang pesawat sewaan tersebut. Hal itu karena ukuran pesawat yang kecil dan tidak ada pramugara/pramugari yang turut serta di dalam pesawat.
Dan ketentuan seperti wajib menggunakan masker medis masih tetap diterapkan, baik oleh KEI maupun juga oleh Pegasus Air Services.




Safety briefing dilakukan sembari kami menyantap sarapan pagi tambahan dari yang telah kami terima ketika masih berada di hotel. Setelah sekitar 35 menit di ruang tunggu keberangkatan di Juanda, kamipun diantar dengan mobil khusus yang telah disediakan dan menuju ke apron lantas ke pesawat yang telah menunggu kami semua.
Untunglah pada pagi itu cuaca di sekitar Sidoarjo sangat bersahabat, panas terik dan angin tidak terlampau berhembus kencang. Setelah proses boarding ke pesawat dan menunggu beberapa menut di runway akhirnya pesawat Twin Otter yang kami tumpangi kemudian take-off menuju ke Pulau Pangerungan Besar.
Perjalanan udara pagi itu dari Bandar Udara Juanda ke Pulau Pagerungan Besar kami tempuh dalam waktu sekitar 1 jam dan 10 menit. Senang rasanya karena setelah sekian lama selama pandemi berlangsung, saya dapat merasakan lagi penerbangan dengan menggunakan pesawat perintis.
Ada beberapa moda transportasi yang dapat digunakan bila ingin berkunjung ke Pulau Pagerungan Besar. Di antaranya adalah:
- Moda Transportasi Laut. Dari Surabaya menggunakan rute jalan darat menuju ke Kota Sumenep. Kemudian dengan menggunakan kapal dari pelabuhan Kalianget di Sumenep menuju langsung ke pelabuhan di Pulau Sapeken selama sekitar 12 jam. Lantas dari Pulau Sapeken melanjutkan perjalanan laut ke Pulau Pagerungan Besar dengan durasi tempuh selama 1 jam. Dengan catatan cuaca serta kondisi gelombang di perairan laut Sapeken bersahabat. Sayangnya saya tidak mendapatkan informasi berapa tarif tiket kapal untuk rute tersebut.
- Moda Transportasi Udara. Sejak tahun 2022, telah dibuka jalur udara dari Bandar Udara Trunojoyo di Sumenep menuju ke Pulau Pagerungan Besar. Jalur tersebut dilayani oleh maskapai Susi Air, dan memanfaatkan Bandar Udara Khusus yang dimiliki dan dioperasikan oleh Kangean Energy Indonesia, Ltd. sebagai salah satu bentuk komitmen KEI terhadap kegiatan sosial kemasyarakatan mereka bagi masyakarat di Pulau Pagerungan Besar dan sekitarnya. Tarif tiket untuk rute ini sekitar Rp. 300.000,- untuk sekali perjalanan, karena ada subsidi dari pemerintah Kabupaten Sumenep.
Perjalanan menuju ke Pulau Pagerungan Besar memang tidak mudah, tapi Pulau Pagerungan dan pulau-pulau lain yang ada disekitarnya rasa-rasanya memang patut serta layak untuk dieksplorasi lebih jauh lagi.
Artikel ini akan saya lanjutkan pada artikel berikutnya karena terlampau banyak hal yang patut untuk disampaikan tentang Pagerungan dan Kangean.
One Comment Add yours