Edit Foto; Boleh atau Tidak?

Beberapa hari belakangan ini sedang ramai jadi perbincangan di media sosial dan beberapa group WhatsApp yang saya ikuti, tentang dugaan editing yang dilakukan pada sebuah foto dengan objek Candi Borobudur.

Beragam pendapat disampaikan, ada yang setuju, ada yang menolak, namun ada yang menanggapinya santai-santai saja alias netral.

  • Bagi yang setuju; editing itu dibutuhkan untuk mempercantik fotonya. Karena foto itu kan materi promosi yang efektif untuk destinasi wisata seperti Candi Borobudur. Jadi wajar saja dibuat/diedit sedemikian rupa agar mempesona pemirsanya dan membuat mereka penasaran untuk datang ke Candi Borobudur.
  • Bagi yang menolak; editing memang perlu sebagai sarana promosi yang efektif. Tapi harus paham batasnya. Jangan sampai karena editing yang berlebihan dan lebay, yang malah akan menjadi bumerang bagi yang mengunggahnya dan dibilang menipu.
  • Bagi yang netral;
    • Mau diedit atau tidak, pokoknya kita harus ribut. Karena esensi media sosial di Indonesia ini adalah konflik. Rasanya kurang sedap kalau tidak berkonflik di media sosial 😀
    • Saat ini ada yang namanya “alternate facts” atau “fakta alternatif, untuk bisa terkenal tidak jarang butuh sedikit cerita fenomenal/bombastis untuk bisa merangkak naik ke tangga tertinggi di puncak tren media sosial, walau hanya untuk beberapa saat.

Walau terdapat perbedaan pendapat yang lumayan sengit diantara pihak yang setuju dan menolak, terdapat kesamaan diantara mereka, yaitu: editing pada sebuah foto itu adalah hal yang sangat lumrah, biasa dilakukan oleh banyak orang.

Saya sendiri sih mungkin termasuk pihak yang netral, alias biasa saja dalam menggapi foto tersebut. Kenapa demikian? Karena selain menurut saya editing itu adalah hal yang lumrah, sebelum kita setuju atau menolak terhadap tindakan editing itu, kita harus memahami latar belakang editing itu dilakukan.

Pada tulisan ini saya tidak akan masuk pada materi forensik, apakah foto di Candi Borobudur itu benar diedit atau tidak, karena sudah banyak yang mengunggah foto-foto pembanding dengan sudut pengambilan yang kurang lebih sama.

Editing Foto; Boleh atau Tidak?

Siapa yang melarang? Seperti kata Arbain Rambey:

“Tidak ada aturan dalam olah digital foto. Kalau ada aturan siapa yang berhak ngatur? Terus kalau melanggar hukumannya apa?”

Selanjutnya, Arbain juga mengatakan:

“Teori apa? Olah ya olah, enggak ada larangan mengolah. Yang dilarang adalah menyebarkan berita palsu. Masalahnya sejauh apa sebuah foto dianggap informasi vital?”

Saya sepakat dengan beliau, bukan soal boleh atau tidaknya editing, melainkan seberapa jauh dampak foto tersebut terhadap persepsi yang kemudian tercipta di dalam benak imajinasi pemirsa foto itu.

Saya punya beberapa kawan fotografer profesional yang sangat piawai dan memiliki unjuk kerja komersial yang sangat berkelas, seperti: Anton Ismael, Kelik Broto, Donovan Dennis Laoh, Mbah Uyo, dan beberapa kawan lainnya. Karya komersial (khususnya iklan) mereka tentu saja sudah mengalami juga editing sesuai dengan brief atau keinginan dan kebutuhan dari klien mereka.

Siapa pula yang tidak kenal Agan Harahap, karyanya yang aduhaai itu tidak hanya mencengangkan pemirsa nasional, bahkan para tokoh yang menjadi “korban”-nya juga ikutan tercenggang.

Jadi apakah editing itu salah? Tentu tidak, karena tergantung peruntukannya.

Pihak yang mengunggah karya yang sudah diedit itu tentu juga harus siap dengan segala konsekuensi yang akan dihadapinya, apabila ternyata karya yang telah diedit itu kemudian akan dipermasalahkan oleh pihak lain karena dianggap merugikan, atau alasan lainnya.

Namun demikian, di dunia ini memang ada batasan yang diterapkan oleh sebuah lembaga negara terhadap proses editing pada sebuah foto, khususnya untuk kebutuhan komersial atau iklan.

Pada tanggal 1 Oktober 2017, di Perancis telah diterbitkan sebuah undang-undang yang mengatur tentang editing pada foto. Khususnya untuk foto komersial iklan kecantikan.

Untuk setiap foto yang telah mengalami proses editing (modelnya menjadi lebih kurus atau lebih berisi), maka harus dicantumkan keterangan tambahan pada foto tersebut ‘foto telah diedit”. Siapa saja yang tidak mematuhi peraturan tersebut akan didenda mulai dari $44,000 atau sebesar 30% dari nilai biaya iklan.

Bagi negara seperti Perancis yang terkenal dengan fashion dan kecantikan itu ternyata foto yang diedit secara berlebihan dianggap pelanggaran serius. Karena masuk ke dalam ranah penipuan dagang, khususnya untuk produk-produk kosmetik dan kesehatan yang memberikan informasi yang menyimpang.

Mungkin banyak di antara para praktisi fotografi di Indonesia yang beranggapan bahwa yang tidak boleh diedit itu adalah foto-foto pada ranah jurnalistik, ternyata pada ranah komersial juga berlaku hal yang sama, walau itu adalah sebuah produk iklan atau materi jualan.

Mungkin suatu saat nanti, di Indonesia akan memiliki regulasi yang kurang lebih sama seperti yang diterapkan di Perancis itu.

Jadi demikian menurut saya. Semoga bermanfaat.

Oiya, silahkan mampir ke kanal saya di YouTube juga ya 🙂

Video di bawah ini mungkin dapat membantu untuk memberikan wawasan dan referensi tentang editing.

Atau kalau punya niat dan minat membaca, juga bisa menyimak beberapa artikel berikut ini:

Featured Image © Wikimedia Commons

One Comment Add yours

  1. Marius Galih says:

    Artikel ini menambah wawasan saya.. bravo!!

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.