Lagi-lagi saya nulis tentang New Normal atau kaidah-kaidah baru selama pandemi, semoga ga bosan ya đ
Mulai dari para pakar kesehatan, pakar ekonomi sampai para pemimpin negara manapun di atas planet bumi ini, tidak ada yang bisa memberi kepastian kapan pandemi ini akan berakhir. Karena itulah, mau tidak mau, kita dipaksa untuk beradaptasi dan berdamai dengan pandemi ini.
Bagaimana dengan para fotografer? Ya termasuk fotografer juga harus beradaptasi dengan segala hal yang serba baru ini. Salah satu adaptasinya adalah dalam bentuk membuat dan menerapkan sederet protokol/cara baru ketika bekerja.
Kalau pada ranah genre fotografi industrial dan aerial, sejak pertama kali menekuni profesi fotografi, saya sudah membuat protokol sendiri terkait dengan mekanisme kerja di lingkungan fotografi industrial. Karena memang untuk genre industrial dibutuhkan treatment yang agak berbeda dengan genre-genre lainnya, terutama dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja.
Berikut ini adalah beberapa referensi New Normal yang mungkin dapat dijadikan referensi dan bila diharuskan, walau saya tidak terlampau sepakat dengan metode yang satu ini, tapi mungkin melalui referensi-referensi berikut ini kamu bisa melakukan ATM (Amati Tiru Modifikasi).
Referensi dari Asosiasi Profesi Fotografer
Sebenarnya sejak bulan Februari 2020, sudah ada beberapa asosiasi profesi fotografer yang mulai menyusun dan membuat protokol baru bagi para fotografer, seperti yang dilakukan oleh:
- Professional Photographers of America (PPA)
- The Association of Photographers (AOP)
- Professional Photographers Association Singapore (PPAS)
Saya selalu mengacu ke asosiasi-asosiasi tersebut untuk beragam referensi dan informasi tentang profesi fotografi, karena mereka sudah sangat mapan secara pengalaman, juga strukturnya, mekanisme kerja dan profil anggotanya.
Asosiasi-asosiasi tersebut telah menyusun mekanisme kerja pada masa pandemi yang menurut saya sangat komprehensif.
Namun demikian, karena jumlah genre dalam fotografi itu banyak sekali, maka protokol-protokol yang disusun oleh asosiasi-asosiasi itu masih sangat generik/umum. Dari itulah, karena genre saya adalah industrial dan aerial, maka saya merangkum protokol dari referensi yang berbeda pula, seperti yang sudah saya jelaskan pada 2 vlog saya berikut ini.
Kawan-kawan di PPAS termasuk yang paling gesit dan relatif rajin untuk membahas dan menerbitkan dokumentasi tentang tren indsutri fotografi. Termasuk menjadi perpanjangan tangan untuk berdiskusi tentang kebijakan-kebijakan pemerintah Singapura yang berhubungan langsung dengan hajat hidup fotografer disana.

Referensi dari Asosiasi Industri
Karena lokasi kerja saya itu berada dalam kawasan industrial dan mencakup ruang lingkup industria, maka saya juga harus memahami protokol yang saat ini menjadi acuan dalam kegiatan industrial. Seperti misalnya pada lokasi kerja MIGAS, pertambangan (open pit atau underground), manufaktur, fabrikasi, dll.
Selain sudah memiliki referensi protokol dari asosiasi-asosiasi profesi tersebut diatas, maka referensi selanjutnya berasal dari asosiasi industri dan lembaga-lembaga yang terkait dengan kegiatan industrial bersangkutan. Referensi dari asosisasi/lembaga berikut ini juga menjadi acuan bagi banyak negara dan perusahaan di dunia, termasuk di Indonesia.
Berikut adalah beberapa asosiasi dan lembaga yang selalu menjadi rujukan buat saya:
- America Petroleum Institute (API)
- International Association of Drilling Contractors (IADC)
- American Bureau of Shipping (ABS)
- Federal Aviation Administration (FAA)
- International Air Transport Association (IATA)
- Cybersecurity and Infrastructure Security Agency (CISA)
- Society of Petroleum Engineer (SPE)
- Indonesia Petroleum Association (IPA)
- American Exploration & Mining Association (AEMA)
- The National Mining Association (NMA)
Tentu saja, selain asosiasi dan lembaga industrial di atas, juga yang penting adalah memastikan referensi kita juga berasal dari pemerintah atau otoritas setempat, terutama yang terkait dengan protokol untuk bepergian/traveling.
Tantangan New Normal bagi Fotografer
Dari beberapa obrolan dan diskusi dengan sejumlah rekan sejawat, saya baru paham bahwa ternyata membuat sebuah protokol dan menyesuaikan dengan genre fotografinya adalah hal yang tidak mudah dilakukan bagi banyak orang. Karena banyak kawan yang tidak terlampau fasih dalam menulis dan juga tidak terlampau suka membaca. Padahal kemampuan untuk menulis dan minat membaca itu sangat penting untuk membuat sebuah dokumentasi terkait dengan protokol/prosedur kerja mereka.
Selain hal diatas, dampak dari penerapan New Normal bagi saya sebagai fotografer dampak lainnya adalah terkait dengan biaya produksi.
Secara sederhana mungkin workflow bisnis fotografi industrial (khususnya untuk industri seperti MIGAS dan pertambangan), korporat, aerial dan mungkin juga lainnya akan sebagai berikut.


Kalau diperhatikan pada kedua skema diatas, maka terdapat perbedaan yang sangat signifikan, yaitu:
- Pada skema normal, anggaran akan normal
- Demikian juga penentuan pemenang (yang mayoritas) di dasarkan pada nilai penawaran harga semata
- Sedangkan pada skema New Normal, anggaran berkurang, karena mayoritas bisnis perusahaan juga terdampak secara ekonomi
- Skema penentuan pemenang, juga akan tetap sama seperti skema Normal
- Namun pada skema New Normal, persyaratan dan ketentuan yang harus diemban oleh peserta pengadaan/lelang akan bertambah
- Pada skema New Normal juga termasuk kesiapan dokumentasi protokol oleh sang fotografer
- Apabila durasi pemotretan/pekerjaan lebih dari 7 hari, maka fotografer dan tim yang terlibat, harus melakukan Rapid Test/PCR/Swab lagi sebelum boarding dan kembali ke home base
Oiya, kedua skema diatas itu merupakan rangkuman pengalaman saya selama ini, dan juga dari beberapa referensi protokol sesuai standar industrial diatas. Karena skema tersebut merupakan pendapat pribadi, maka bisa saja salah sih đ
Tapi paling tidak skema diatas bisa memberikan gambaran bahwa New Normal sejatinya tidak sekedar membuat protokol-protokol baru melainkan juga membuat para fotografer harus lebih memutar otak untuk memastikan bahwa segala ketentuan yang ditetapkan oleh klien tetap dapat diakomodasi dengan standar harga yang sesuai New Normal pula đ
Pada beberapa waktu yang lalu, #ngobroldisiniyuk beruntung bisa mendapatkan waktu dari Mas Arbain Rambey, Mas Beawiharta, Mas Dita Alangkara, Mas Adi Madja Sastro Putro (Adicumi), dan Mas I Gede Sidharta Putra Dharma (Abel Dharma) untuk ngobrol tentang pengalaman mereka sebagai jurnalis foto dan video ketika melakukan peliputan pada saat konflik dan juga pandemi. Silahkan mampir juga untuk menyimak obrolan kami.
Sampai dengan saat ini saya sih belum melihat ada skema kebijakan pemerintah yang menyasar ke para pekerja kreatif seperti fotografer, sinematografer, dll. Semoga saja suatu saat nanti ada skema ekonomi yang bisa juga mencakup para fotografer, dan pekerja kreatif lainnya.
Jadi begitu deh. Kita doakan saja agar segera ditemukan vaksin yang terbukti ampuh untuk mengobati dan mencegah penularan virus COVID-19 itu.
Semoga artikel ini bermanfaat dan kalau kamu punya pengalaman, pendapat atau opini yang berbeda, silahkan jangan ragu untuk komentar.
Good article! Thanks
LikeLike