Sangihe; Permata Dari Utara

Sangihe (atau dulu disebut Sanger), mungkin sebuah nama yang mungkin masih terdengar asing bagi banyak orang di negeri ini.

Sejak tanggal 14 September 2022 hingga 27 September 2022 yang lalu saya berkesempatan berkunjung ke Pulau Sangihe yang merupakan salah satu kawasan kepulauan di ujung Utara Pulau Sulawesi, bersama dengan BPH MIGAS (Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi) untuk pengambilan gambar foto dan video di sana.

Pulau Sangihe ada dalam bucket-list saya sejak sekitar 6 tahun yang lalu, dan akhirnya pada bulan September 2022 ini impian itu dapat terwujud. Satu rentang waktu yang tidak pendek untuk sebuah rencana mengunjungi salah satu ujung Utara Indonesia.

Sangihe; Permata Dari Utara

Agaknya tidak terlampau berlebihan bila Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe menggunakan tagline Sangihe; The Jewel From The North atau Sangihe; Permata Dari Utara. Karena sama seperti daerah perbatasan lainnya di Indonesia, seperti Kabupaten Kepulauan Natuna yang terletak di hamparan Laut Natuna Utara, Kepulauan Sangihe juga menyimpan dan memiliki beragam potensi yang sangat memukau.

Tidak hanya dari letak geografisnya yang dikelilingi oleh lautan lepas, Kepulauan Sangihe menawarkan hal yang memberi arti lebih untuk sebuah perjalanan. Mulai dari bentang alamnya yang asri di pesisir hingga ke pegunungan dan perbukitannya, hasil dari sumber daya lautnya yang melimpah, ragam budaya dan tentunya hidangan khas masyarakat Sangir yang menawarkan sensasi kuliner yang nikmat.

Pulau yang luasnya 736,98 kilometer persegi menurut sensus pemerintah pada tahun 2002 dihuni oleh 139.262 jiwa ini memiliki anugerah kekayaan sumber daya laut yang luar biasa melimpah.

Mayoritas penghuninya adalah masyarakat dari suku Sangir (Tau Sanger). Mereka hidup rukun berdampingan dengan anggota masyarakat lain yang berasal dari pulau Jawa, pulau Sumatera, pulau Maluku, dll.

Pulau Sangihe resmi menjadi Kabupaten Kepulauan Sangihe sejak tahun 2002 dan terlepas dari dari Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud.

Somahe Kai Kehage (bahasa Sangir) yang berarti “Semakin besar tantangan yang kita hadapi, semakin gigih kita menghadapi tantangan sambil memohon kekuatan dari Tuhan, pasti kita akan beroleh hasil yang gilang gemilang”, seakan menggambarkan semangat warga di kepulauan Sangihe dalam mengarungi kehidupan sehari-hari yang kerap kali tidaklah mudah, mulai dari pasokan logistik, sumber daya kelistrikan, hingga soal kualitas infrastruktur telekomunikasi yang masih jauh dari memadai.

Suku Sangir atau Tau Sanger adalah suku asli yang menghuni rangkaian kepulauan di Sulawesi dan Mindanao. Dan layaknya masyarakat suku lainnya yang menjadi penduduk asli di kepulauan-kepulauan di batas negeri; Indonesia-Filipina, mayoritas adalah nelayan yang hidupnya mengandalkan dari hasil lautnya.

Menuju ke Sangihe

Hanya ada 2 moda transportasi yang dapat digunakan untuk mencapai kota Tahuna di Pulau Sangihe dari kota Manado. Yang pertama adalah dengan moda transportasi laut dan transportasi udara.

Terdapat beberapa jenis kapal laut (Kapal Ferry dan Kapal Ferry Cepat) yang tersedia untuk digunakan menyeberang dari kota Manado ke Pulau Sangihe, melalui Dermaga Kota Manado.

Sayangnya saya tidak mencatat detail jadwal penyeberangannya, namun yang saya ingat jadwal penyeberangan kapal dari kota Manado menuju kota Tahuna tersedia setiap hari dengan jadwal keberangkatan pada pagi hari (08:00 WITA) dan sore hari (19:00 WITA).

Penyeberangan dengan kapal ferry cepat durasi tempuhnya akan lebih cepat dibandingkan dengan kapal ferry biasa, hanya saja pada kapal ferry cepat tidak tersedia fasilitas kamar seperti pada kapal ferry biasa. Sehingga bagi mereka yang tidak terbiasa menempuh perjalanan laut yang panjang tentu akan terasa lumayan pening karena hanya bisa duduk selama perjalanan.

Sedangkan untuk kapal ferry biasa tersedia kamar-kamar yang di dalamnya terdapat 2 ranjang susun, sehingga ketika menempuh penyeberangannya dapat sambil tidur.

Durasi tempuh dari kota Manado ke kota Tahuna itu sendiri bervariasi, tergantung kapal yang digunakan dan juga cuaca; namun secara garis besar durasi tempuhnya adalah sekitar 7 jam hingga 10 jam.

Untuk tarif penyeberangannya adalah Rp. 400.000,- untuk setiap fasilitas kamar yang tersedia di kapalnya dan mendapatkan jatah makan untuk 1 kali.

Pelabuhan/dermaga kota Manado itu sendiri terletak persis di bawah Jembatan Soekarno yang membentang dan menghubungkan Boulevard 1 hingga Boulevard 2.

Sedangkan transportasi udara tersedia setiap 3 kali penerbangan dalam 1 minggu yang dilayani oleh maskpapai Wings Air. Rute penerbangannya melayani Pulau Sangihe, Pulau Talaud dan pulau-pulau sekitarnya.

Namun jadwal penerbangan tersebut dapat berubah setiap saat tergantung dari jumlah penumpangnya, sehingga yang dapat dijadikan patokan adalah transportasi laut.

Kami bersyukur karena perjalanan penyeberangan kami dari kota Manado menuju ke kota Tahuna pada tanggal 15 September 2022 itu berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan dan halangan, cuaca juga lumayan mendukung perjalanan kami ketika itu dan kami dapat tiba di kota Tahuna pada sekitar pukul 04:00 WITA.

Karena banyak sekali kisah dari Sangihe, maka artikel ini akan saya lanjutkan ke bagian selanjutnya.

Jangan lupa untuk menyimak beberapa video tentang Sangihe di Instagram saya.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.